Arga terbaring. Bukan sekadar beristirahat, melainkan terbaring dalam penerimaan penuh akan kehampaan yang perlahan merayap dari ujung jari kakinya, menelan setiap inci tubuhnya. Gelap. Bukan gelapnya malam, melainkan kegelapan tanpa batas yang hanya bisa dirasakan oleh jiwa yang di ambang batas. Kanker. Kata itu adalah vonis mati yang datang dengan bisikan memilukan, mengikis harapan dan menyisakan pasrah. Setiap napasnya terasa berat, setiap detak jantungnya adalah pengingat akan mesin yang rusak, yang seharusnya menjadi benteng terakhir kehidupannya, kini berbalik menyerang dari dalam. Di ranjang rumah sakit yang dingin dan kaku, aroma antiseptik menempel kuat di indra penciumannya, Arga hanya bisa membiarkan waktu menariknya perlahan ke jurang tak berdasar. Kenangan akan tawa, matahari, dan sentuhan hangat memudar, digantikan oleh gambaran monitor yang berkedip monoton dan jarum infus yang menancap di nadinya.
Namun, di tengah ketiadaan yang mencekam itu, sebuah anomali terjadi. Sebuah kejadian yang begitu kecil, begitu transenden, sehingga bahkan ilmu pengetahuan paling canggih pun tidak akan pernah bisa mendeteksinya, apalagi memahaminya. Bukan dalam skala yang Arga bisa rasakan, bukan pula dalam dimensi yang dapat dicapai oleh inderanya yang melemah. Di suatu tempat yang tak terpikirkan, jauh melampaui kemampuan mikroskop terbaik—di dalam pusaran darah, di antara triliunan sel yang sekarat, di antara protein yang berenang bebas dan molekul-molekul glukosa yang terseret arus—sebuah entitas asing, sebuah Batu Dunia, tiba.
Ia bukanlah benda angkasa yang jatuh dari langit luas, melainkan sebuah artefak mikroskopis yang memancarkan cahaya redup kebiruan, seolah memiliki energi primordialnya sendiri. Bagaimana ia sampai ke sana adalah misteri absolut. Mungkin sebuah luka super kecil di kulit Arga yang tak kasat mata, sebuah retakan mikroskopis di benteng biologisnya, menjadi gerbang bagi kedatangan entitas ini. Atau mungkin, dan ini adalah hipotesis yang lebih menggelikan, Batu Dunia itu menembus batas-batas materi, sebuah loncatan kuantum yang melampaui hukum fisika yang diketahui, hanya untuk menemukan inang yang sempurna: sebuah tubuh yang sekarat, namun masih menyimpan denyut kehidupan.
Batu itu, seukuran molekul kompleks, mulai berputar. Tidak bergerak secara acak, melainkan terseret dengan kecepatan menakjubkan oleh arus darah yang pekat, sebuah sungai merah yang tak pernah berhenti mengalir. Ia melintasi lorong-lorong sempit kapiler, merasakan dinding-dinding kenyal yang berdenyut, dan menyusuri sungai-sungai vena yang lebih besar, di mana sel-sel darah berbaris seperti kawanan ternak raksasa. Bagi Arga, itu hanya sebagian kecil dari obat yang disuntikkan beberapa jam lalu, sebuah partikel tak berarti yang akan segera disaring atau dikeluarkan dari sistemnya. Sebuah partikel yang bahkan tak layak untuk disadari keberadaannya.
Namun bagi apa yang akan lahir, bagi kehidupan yang akan bermula, Batu Dunia itu adalah benih penciptaan. Sebuah pemicu yang mengubah chaos menjadi kosmos. Ia melayang, tak terhalang oleh sel-sel darah atau dinding pembuluh, melewati bilik-bilik jantung Arga yang berdetak lemah, setiap kontraksi adalah desakan kuat yang mendorongnya maju. Ia melewati paru-paru yang menghela napas berat, setiap embusan adalah hembusan "angin" raksasa baginya. Hingga akhirnya, seolah ditarik oleh suatu daya gravitasi tak terlihat, daya tarik biologis yang unik, Batu itu berlabuh. Ia menemukan tempatnya di sebuah area kosong dalam pembuluh darah utama yang menuju ke paru-paru. Area ini, secara kebetulan—atau mungkin takdir—relatif stabil, terlindung dari turbulensi arus utama, dan yang paling penting, kaya akan molekul oksigen yang vital. Sebuah oasis mikroskopis yang sempurna untuk sebuah permulaan.
Di sana, di dalam keheningan tubuh Arga, yang hanya dipecah oleh denyutan pelan dan desah napas yang berat, Batu Dunia itu mulai bergetar. Getaran itu sangat halus, frekuensinya di luar spektrum pendengaran atau sentuhan Arga, namun mengirimkan riak energi yang membelah ikatan molekul, memisahkan dan menyatukan kembali elemen-elemen paling dasar. Ini adalah simfoni penciptaan.
Di sekelilingnya, partikel-partikel organik yang tak terhitung jumlahnya—protein, lipid, asam nukleat, dan molekul-molekul lain yang melayang bebas dalam plasma—mulai berkumpul. Mereka terpanggil, seolah memiliki kesadaran, oleh resonansi asing yang dipancarkan oleh Batu Dunia. Atom karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, dan fosfor—blok-blok bangunan kehidupan yang tersebar di seluruh sistem Arga—secara ajaib mulai membentuk ikatan-ikatan baru. Mereka tidak hanya membentuk ikatan sembarangan; mereka meniru sebuah cetakan tak terlihat, sebuah pola genetik primordial yang dipancarkan oleh Batu Dunia itu sendiri, kode untuk kehidupan baru.
Proses ini sangat lambat, tak terbandingkan dengan skala waktu manusia. Detak jantung Arga yang lemah adalah "ketukan" tanpa akhir yang mengiringi setiap fase pembentukan. Setiap ketukan adalah sebuah langkah maju, sebuah ikatan baru yang terbentuk, sebuah struktur mikroskopis yang mengeras. Setiap napas panjang Arga adalah sebuah "siklus" yang membawa gelombang oksigen dan material baru, menyapu partikel-partikel yang tidak dibutuhkan dan membawa yang esensial lebih dekat ke pusat penciptaan.
Dari ketiadaan, di tengah pusaran sel darah merah yang lewat seperti awan merah raksasa, dan di antara sel-sel kekebalan yang berpatroli seperti predator buta, sebuah bentuk mulai mengeras. Sebuah embrio mikroskopis, jauh lebih kecil dari sel darah putih yang terkecil sekalipun, namun menyimpan potensi tak terbatas. Di dalamnya, janji akan kehidupan baru berdenyut, sebuah kehidupan yang akan tumbuh, berevolusi, dan pada akhirnya, mendefinisikan kembali makna "kosmos" itu sendiri.
Ini adalah permulaan yang sunyi, tak terdengar oleh inangnya, tak terdeteksi oleh dunia luar. Sebuah alam semesta baru telah menemukan rumahnya di dalam tubuh yang sekarat. Benih dari peradaban yang tak terbayangkan telah ditanam. Batu Dunia telah tiba, dan dengan itu, janji akan Kelahiran Mikro Pertama tak bisa lagi dihindari. Kehidupan, dalam bentuk yang paling kecil namun paling ambisius, akan segera mekar di dalam Argaterra.