Detak jantung Arga, yang bagi dirinya sendiri hanya irama monoton pengiring kesakitannya, adalah genderang kehidupan yang maha dahsyat bagi benih-benih yang tengah terbentuk. Setiap denyut, setiap kontraksi yang samar, mengirimkan gelombang kejut melalui cairan plasma, membaptis molekul-molekul yang baru tersusun menjadi sesuatu yang lebih besar dari jumlah bagiannya. Di sekitar Batu Dunia yang memancarkan energi halus, materi organik terus berakumulasi dengan kecepatan yang tidak masuk akal, membentuk wujud yang semakin jelas, semakin kompleks. Proses ini jauh melampaui evolusi yang diketahui sains, seolah Batu Dunia adalah cetak biru genetik universal yang dapat mempercepat miliaran tahun pembentukan kehidupan menjadi hitungan "ketukan" jantung yang singkat. Ini bukan sekadar pembelahan sel, melainkan penciptaan instan, sebuah keajaiban di skala nanometer.
Dari gumpalan protein dan membran sel yang tersusun rapi, disentuh oleh sentuhan tak kasat mata dari Batu Dunia, muncul sosok pertama. Ia kecil, jauh lebih kecil dari butiran debu terkecil yang bisa dilihat manusia—bahkan jika debu itu dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kulitnya berwarna biru pucat, tipis dan hampir transparan, dihiasi rambut-rambut halus yang seolah memiliki kecerdasan sendiri, mampu menangkap dan menyaring setiap molekul oksigen di sekitarnya. Pulmolite pertama telah lahir, makhluk yang secara alami selaras dengan lingkungan paru-paru Arga, seolah organ itu telah merancangnya untuk berfungsi sempurna di sana. Namanya, sesuai takdirnya yang akan menjadi pemrakarsa dan pemimpin, adalah Kael. Ia menarik napas pertamanya—bukan udara, melainkan oksigen yang terlarut dalam plasma—dan mengedarkan pandangan pertama pada dunia yang baru ditemukannya.
Kael tidak lahir sendirian, maupun secara terisolasi. Hampir bersamaan dengannya, dan dalam waktu singkat setelahnya, dari Batu Dunia yang sama yang menjadi sumber keberadaan mereka, muncul individu-individu lain. Beberapa memiliki kemiripan mencolok dengan Kael, dengan tubuh ringan, rambut pengumpul oksigen, dan organ dalam mini yang khusus untuk bertahan hidup dalam kondisi oksigen rendah. Mereka adalah Pulmolites lainnya, yang kelak akan menjadi kaum Kael, tersebar di area yang kaya akan udara dan cairan limfa di sekitar paru-paru. Mereka saling pandang dengan rasa ingin tahu naluriah, sebuah koneksi primitif yang belum sepenuhnya mereka pahami.
Namun, ada pula yang berbeda. Di area dengan aliran nutrisi yang lebih pekat, tempat tumpukan glukosa dan protein sering lewat seperti sungai makanan yang tak berkesudahan, muncullah makhluk dengan tubuh lebih padat, kulit kemerahan hingga ungu tua, dan kantung filter alami di dalam diri mereka. Ini adalah Hepatari pertama, yang secara insting tahu bagaimana memproses dan memurnikan zat-zat yang mengalir di sekitar mereka. Tubuh mereka dirancang untuk ketahanan, mampu menahan konsentrasi toksin yang akan melumpuhkan makhluk lain. Mereka bergerak lebih lambat, lebih mantap, seolah setiap gerakannya sudah dihitung.
Tak lama kemudian, di dekat jalur-jalur yang memancarkan getaran halus—jalur saraf Arga—lahir pula makhluk ramping, semi-transparan, dengan mata yang anehnya membesar dan mampu merasakan gelombang listrik halus. Ini adalah para Neuronites awal, yang secara naluriah tertarik pada energi yang mengalir melalui "kabel-kabel" keemasan di sekeliling mereka. Mereka bergerak dengan kecepatan mental yang mengagumkan, seolah pikiran mereka adalah kilat yang melesat.
Setiap kelahiran adalah keajaiban, sebuah adaptasi instan yang sempurna terhadap mikro-lingkungan spesifik di mana mereka muncul. Mereka tidak memiliki memori kolektif atau sejarah yang diwariskan; mereka adalah tabula rasa. Namun, naluri dasar untuk bertahan hidup, untuk bergerak, untuk menjelajah, dan untuk mencari sumber daya mendorong mereka. Lingkungan pembuluh darah dan jaringan paru-paru yang luas adalah samudra tak berujung, dengan arus yang terkadang lembut, terkadang ganas. Bagi mereka, sel darah merah yang lewat adalah raksasa merah yang tak berbahaya, melayang dalam formasi yang indah, sementara dinding pembuluh adalah tebing tak berujung, kadang berdenyut dengan ritme yang bisa mereka rasakan.
Mereka bernapas dalam oksigen yang melimpah, merasakan aliran nutrisi yang tak habis-habisnya, dan secara naluriah menghindari "gelombang pasang" dari sel darah putih yang sesekali berpatroli, merasakan bahaya tanpa memahami apa itu, hanya tahu bahwa kehadiran makhluk putih besar itu berarti potensi kehancuran. Pertahanan mereka masih primitif—menghindar, bersembunyi di balik gumpalan protein, atau menempel pada dinding pembuluh yang aman.
Kael, dengan kesadarannya yang baru mekar, melihat sekeliling. Ia merasakan dinginnya cairan plasma di kulitnya yang tembus pandang dan kehangatan samar dari "dinding" di sekitarnya. Di atas kepalanya, sebuah "langit" tak terbatas yang berdenyut dengan irama teratur, kadang terang (saat Arga menghirup napas dalam), kadang redup (saat Arga mengembuskan napas). Ia melihat sesamanya, tak sebanyak yang akan ada nanti, namun cukup untuk mengisi kehampaan eksistensi soliter. Sebuah koneksi instan terbentuk, ikatan primordial antara makhluk-makhluk pertama dari jenis mereka.
Mereka semua adalah ciptaan tanpa tujuan yang jelas, lahir di dalam inang yang sekarat, di sebuah dunia yang tidak menyadari keberadaan mereka. Mereka adalah penumpang gelap di kapal yang perlahan tenggelam, namun bagi Kael dan yang lainnya, itu adalah permulaan. Sebuah dunia baru telah terbuka di depan mata mereka—dunia internal Arga yang luas dan belum terpetakan. Sebuah kanvas kosong yang menunggu untuk dilukis dengan jejak-jejak peradaban yang akan mereka ukir, dengan konflik, penemuan, dan mitos mereka sendiri. Ini adalah hari pertama dari kehidupan mereka, dan babak pertama dari kisah Argaterra telah dimulai.