Cherreads

Chapter 3 - Dunia dari Darah dan Daging

Bagi Kael dan para Pulmolites yang baru lahir, realitas adalah cairan plasma yang mengelilingi mereka, hangat dan berdenyut. "Dunia" mereka terhampar luas, terbentuk dari dinding-dinding kenyal pembuluh darah yang seolah tak berujung, dan "langit" transparan di atas mereka yang dihiasi awan merah bergerak—miliaran sel darah merah yang melayang bagaikan armada kapal raksasa. Kael, dengan kesadaran yang terus berkembang, merasakan sensasi asing pada rambut-rambut oksigennya saat Arga menarik napas. Itu adalah "Hembusan Agung", gelombang oksigen dan getaran yang tak hanya memberinya kehidupan, tetapi juga sebuah pemahaman intuitif akan skala dunia barunya.

Mereka berada di sebuah kantung yang relatif tenang, jauh dari arus deras aorta atau desakan kuat ventrikel jantung. Kantung ini, sebuah pelebaran pembuluh darah vena kecil di dekat paru-paru, menjadi titik nol peradaban mereka. Dinding-dindingnya, terbuat dari sel-sel endotel yang licin, adalah tanah dan gunung mereka. Di sana-sini, serat-serat protein yang mengambang bebas menjadi "pohon" dan "semak", menawarkan tempat berlindung atau pijakan sementara.

Pulmolites adalah yang pertama berkembang biak, beradaptasi dengan efisiensi luar biasa terhadap lingkungan kaya oksigen. Mereka tidak bereproduksi dalam pengertian yang sama dengan organisme di luar. Melainkan, Batu Dunia terus memancarkan energi, dan di area-area yang memiliki kondisi kimiawi dan energi yang tepat, Pulmolites "baru" terbentuk, muncul dari agregasi materi organik, seolah dunia itu sendiri menciptakan mereka. Setiap "kelahiran" adalah momen keajaiban, menambah populasi mereka yang masih sedikit.

Dalam beberapa siklus napas Arga (yang bagi mereka terasa seperti jam atau bahkan hari), jumlah Pulmolites telah mencapai puluhan. Mereka mulai bergerak, bukan dengan tujuan jelas, melainkan didorong oleh rasa ingin tahu yang tak tertahankan dan kebutuhan untuk memahami keberadaan mereka. Kael, entah kenapa, menjadi pusat perhatian. Ketika ia bergerak, yang lain mengikutinya. Ketika ia menunjuk (dengan tangan kecilnya yang tembus pandang) ke arah sesuatu yang menarik, yang lain mengerubunginya.

Eksplorasi dimulai. Mereka berenang, menggunakan rambut-rambut halus di tubuh mereka sebagai dayung, atau menempel pada sel darah merah yang melintas untuk perjalanan singkat. Mereka menemukan bahwa "dunia" ini tidaklah datar. Ada celah-celah di dinding pembuluh, lorong-lorong kecil yang mengarah ke jaringan ikat yang lebih padat. Ada "bukit" kolagen dan "lembah" di antara kumpulan sel-sel.

Salah satu penemuan paling penting adalah "mata air" atau "gumpalan" glukosa yang kadang menempel di dinding, sisa-sisa energi yang belum terpakai oleh sel-sel inang. Pulmolites secara naluriah tahu bahwa ini adalah sumber energi. Mereka mulai "menggigit" dan "menyerap"nya, merasakan ledakan kekuatan dan kehangatan yang menyenangkan. Ini adalah awal dari pemahaman mereka tentang nutrisi, tentang bagaimana "dunia" menyediakan.

Namun, dunia dari darah dan daging ini juga penuh bahaya. Sel darah putih, terutama Makrofag yang besar dan berlendir, adalah predator rahasia. Mereka bergerak lambat, namun dengan tujuan, membersihkan sisa-sisa sel mati dan partikel asing. Bagi mikro-humanoid, Makrofag adalah monster raksasa yang bisa menelan mereka dengan mudah. Kael dan kawanannya dengan cepat belajar untuk bersembunyi di balik gumpalan protein atau di celah-celah dinding saat Makrofag lewat. Ketakutan akan "pemangsa putih" ini menjadi salah satu naluri bertahan hidup yang paling kuat.

Di tengah eksplorasi ini, mereka mulai berinteraksi dengan lingkungan secara lebih aktif. Mereka menemukan bahwa cairan plasma bisa diolah menjadi semacam material lengket jika dipanaskan oleh energi yang diserap dari glukosa. Ini adalah embrio teknologi pertama mereka. Mereka mulai menggunakan "lendir" ini untuk menempelkan diri ke dinding yang licin, membentuk jembatan sementara antar serat protein, atau bahkan membuat semacam "jaring" primitif untuk menangkap partikel nutrisi yang lebih kecil.

Komunikasi mereka masih dasar: suara-suara kecil, getaran pada cairan, dan isyarat tangan. Namun, setiap penemuan dan setiap bahaya yang dihindari memperkuat ikatan antara mereka. Mereka adalah makhluk-makhluk pertama dari jenis mereka, dan mereka saling membutuhkan untuk bertahan hidup. Di mata Kael, dan juga yang lainnya, dunia ini, Argaterra, meskipun asing dan berbahaya, adalah satu-satunya rumah yang mereka kenal. Dan di dalam diri mereka, benih-benih sebuah masyarakat, sebuah peradaban, mulai berakar kuat.

More Chapters