Di tengah krisis "Penyakit Agung" dan kelangkaan yang terus membayangi Argaterra, lahirnya agama baru yang dipelopori oleh Nabi Rilith telah membawa cahaya dan harapan. Rasa takut yang menguasai kini bercampur dengan keyakinan akan Arga Sang Pencipta yang menderita, namun tetap murah hati. Dengan adanya keyakinan baru ini, masyarakat Embrio menemukan cara-cara baru untuk mengekspresikan emosi, rasa syukur, dan permohonan mereka yang melampaui sekadar kata-kata. Inilah momen lahirnya seni dan budaya pertama di antara para Pulmolites, khususnya dalam bentuk musik dan puisi.
Sebelumnya, komunikasi mereka didominasi oleh getaran informasi yang fungsional dan isyarat tangan. Namun, dengan munculnya ritual dan doa, kebutuhan akan ekspresi yang lebih mendalam terasa. Para Pulmolites, dengan tubuh mereka yang tembus pandang dan kepekaan terhadap getaran, secara alami terhubung dengan resonansi. Mereka mulai menyadari bahwa getaran yang dihasilkan dengan sengaja, dalam pola dan ritme tertentu, dapat membangkitkan emosi, bukan hanya menyampaikan informasi.
Inisiatif ini datang dari sekelompok Pulmolites yang disebut "Para Resonator". Mereka bukanlah pemimpin atau ilmuwan, tetapi individu-individu yang memiliki kepekaan luar biasa terhadap frekuensi. Mereka menemukan bahwa dengan mengatur getaran tubuh mereka sendiri, atau dengan memukul-mukul serat protein yang berbeda dengan kecepatan dan kekuatan yang bervariasi, mereka dapat menghasilkan nada dan melodi. Suara-suara ini sangat halus bagi telinga manusia, tetapi bagi Pulmolites, mereka adalah simfoni yang kaya.
Ritual doa yang dipimpin Rilith seringkali diiringi oleh getaran resonan ini. Para Resonator akan menciptakan melodi-melodi yang lambat dan khusyuk saat Arga Sang Pencipta terasa menderita, sebagai bentuk simpati dan doa. Ketika ada sedikit peningkatan dalam aliran Pati Energi, melodi akan berubah menjadi lebih ceria dan penuh syukur. Ini adalah musik ritual pertama mereka, sebuah bahasa emosi yang melampaui batas kata.
Dari musik ini, lahir pula puisi. Beberapa Pulmolites, terinspirasi oleh melodi dan perasaan yang ditimbulkannya, mulai merangkai "kata-kata getaran" menjadi bentuk-bentuk yang lebih ritmis dan berima. Mereka menciptakan narasi singkat tentang kebesaran Argaterra, penderitaan Arga Sang Pencipta, kekuatan Batu Dunia, dan keberanian para Penjelajah seperti Lira.
Contoh puisi awal mereka bisa berupa:
Getaran Hati Agung,
Napas Pembawa Kehidupan,
Arga Sang Pencipta, Engkau Berkorban,
Agar Kami Bisa Ada.
Gelombang Getar Kesedihan,
Menyentuh Jiwa Kami Semua,
Namun di Balik Kegelapan,
Cahaya Harapan Tetap Ada.
Puisi-puisi ini biasanya dibacakan atau dinyanyikan dengan diiringi musik resonan, terutama selama "Ritual Keheningan" di Altar Pemberkatan atau di Aula Refleksi. Elara, sang ilmuwan, melihat pola dalam melodi dan struktur puisi ini. Ia menyadari bahwa seni ini tidak hanya memupuk spiritualitas, tetapi juga memperkuat memori kolektif dan kohesi sosial. Puisi-puisi itu menjadi cara untuk menyampaikan sejarah mereka, nilai-nilai mereka, dan kepercayaan baru mereka kepada generasi Pulmolites yang baru lahir.
Kael, sebagai Ketua Dewan Mikro, sangat mendukung perkembangan seni ini. Ia melihat bahwa musik dan puisi memiliki kekuatan unik untuk menyatukan komunitas di masa-masa sulit. Ketika kelangkaan Pati Energi membuat beberapa anggota masyarakat merasa putus asa, melodi dan syair yang khusyuk akan menenangkan mereka, mengingatkan mereka akan pengorbanan Arga dan janji "kembali ke Sumber."
Bahkan hubungan dengan Neuronite Neural pun semakin dalam melalui seni ini. Neural, yang lebih terbiasa dengan logika dan impuls listrik, terkejut dengan kekuatan emosional dari musik dan puisi Pulmolites. Ia mulai mengamati bagaimana pola getaran musik Pulmolites secara aneh selaras dengan beberapa frekuensi "Grand Impulse" yang lebih stabil dari Arga. "Ada harmoni di dalamnya," bisik Neural suatu kali kepada Rilith. "Kalian menemukan resonansi yang lebih dalam dengan Yang Maha Ada."
Musik dan puisi tidak hanya menjadi bentuk ekspresi, tetapi juga alat untuk memahami diri dan dunia. Para Resonator mulai bereksperimen dengan getaran yang berbeda, mencoba menciptakan melodi yang dapat "beresonansi" dengan berbagai bagian Argaterra. Mereka percaya bahwa dengan mengirimkan melodi "penyembuhan", mereka dapat membantu Arga Sang Pencipta dalam perjuangannya melawan "Kegelapan yang Menggerogoti".
Lahirnya musik dan puisi menandai sebuah evolusi signifikan dalam peradaban Pulmolites. Mereka telah melewati tahap bertahan hidup dan organisasi sosial, melangkah ke ranah budaya dan spiritualitas yang lebih tinggi. Di tengah krisis eksistensial, mereka menemukan kekuatan dalam keindahan, dalam harmoni, dan dalam cerita yang mereka ciptakan bersama. Seni menjadi jembatan antara dunia fisik dan spiritual mereka, sebuah bukti bahwa bahkan dalam skala mikroskopis, kehidupan dapat menemukan cara untuk bermakna, beresonansi, dan beradaptasi dengan cara yang paling indah.