Lalu aku berjalan ke arah perempatan, ada beberapa lampu jalan di tikungan itu yang menyinariku tanpa tanya.
Seperti juru kuncen, yang sudah sepuh dan tak lagi punya semangat untuk bertugas.
"Ia pasti datang"
Bisiknya remang
Tapi tiangnya menjadi dingin seketika, menujukkan cat yang luntur dimakan usia.
Sedikit karatnya melambangkan penantian yang melahap waktu.
Lalu, ia tiba-tiba mengedipkan cahayanya.
Fikirku, mungkin ia malu, atau sekadar lelah percaya.
Angin malam yang cukup kencang tadi pun ikut berjaga, membawakan aroma harum dari orang lain yang tak pernah berubah menjadi langkahnya.
Sampai akhirnya, lampu itu goyah. Meredup seperti logika yang bosan berharap.
Dan berkata lirih:
"Maaf, tubuhku diciptakan untuk terang,
bukan untuk menghibur yang ditinggalkan."