Cherreads

Chapter 37 - Perjalanan ke Usus Buntu: Makam yang Terlupakan

Setelah keberhasilan Republik Argaterra dalam Perang Dingin Mikro dengan Kardionit, ada jeda singkat yang langka, memungkinkan mereka untuk menarik napas dan merencanakan langkah selanjutnya. Namun, tidak ada waktu untuk berpuas diri. Sebuah bisikan lama dari Intestarii tentang "tempat di mana aliran berhenti" kembali terngiang di benak Kael dan Dewan Mikro, sebuah misteri yang mengisyaratkan sejarah kelam di dalam tubuh Arga Sang Pencipta. Tempat itu adalah usus buntu.

Usus buntu, bagi mikro-humanoid, adalah sebuah kantong buntu di ujung sistem pencernaan, jauh dari jalur-jalur kehidupan utama. Intestarii menggambarkannya sebagai tempat yang sunyi, di mana Pati Energi nyaris tidak mengalir, dan Mikroflora Asing tumbuh liar tanpa pengawasan. Rumor mengatakan bahwa di sanalah pernah ada peradaban yang berkembang, namun entah mengapa telah musnah.

Lira, kepala Jaringan Informasi, merasakan panggilan petualangan dan bahaya dalam misi ini. "Jika ada peradaban yang pernah hidup dan punah di sana," ia berargumen di hadapan Dewan, "kita harus tahu mengapa. Pengetahuan itu bisa menjadi kunci untuk bertahan hidup di masa depan, terutama jika Arga Sang Pencipta suatu hari kembali sakit parah."

Elara, sang ilmuwan, juga sangat tertarik. "Lingkungan yang terisolasi dan mungkin tercemar bisa memberikan petunjuk tentang efek jangka panjang dari ketidakseimbangan mikrobial atau kelangkaan Pati Energi ekstrem. Ini adalah laboratorium alami untuk memahami kelemahan kita."

Misi ekspedisi ke usus buntu adalah salah satu yang paling berbahaya yang pernah mereka lakukan. Lira memimpin tim kecil yang terdiri dari Pulmolites penyelidik yang paling tangguh, termasuk Titus, dan beberapa Neuronites yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan yang aneh. Mereka membawa perbekalan Pati Energi yang melimpah dan peralatan deteksi lingkungan khusus yang dikembangkan Elara.

Perjalanan mereka dimulai melalui labirin usus yang panjang, dibimbing oleh peta kasar yang diberikan Intestarii. Semakin jauh mereka melangkah, suasana semakin sepi dan gelap. Aliran limfa dan plasma nyaris tidak ada. Udara terasa pengap dan berat dengan bau-bauan aneh dari Mikroflora Asing yang tak terkendali. Dinding usus buntu terasa lebih kaku dan kering, dengan beberapa area menunjukkan tanda-tanda kerusakan atau erosi lama.

"Ini seperti memasuki makam," bisik seorang Pulmolite, tubuhnya bergetar.

Ketika mereka akhirnya mencapai inti usus buntu, mereka menemukan pemandangan yang membuat mereka terkesiap. Bukan kegelapan kosong, melainkan reruntuhan peradaban mikro-humanoid kuno. Struktur-struktur yang dulunya pasti berupa pemukiman dan tempat penyimpanan, kini hanyalah cangkang kosong, tertutup lumut mikrobial dan debu sel mati. Bangunan-bangunan itu tampak seperti dibuat dari materi yang berbeda dari yang biasa digunakan Pulmolites, lebih padat dan mungkin lebih primitif.

Tim bergerak hati-hati melalui reruntuhan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya keheningan yang mencekam, diselingi oleh suara bisikan angin dari sisa-sisa udara yang terjebak. Mereka menemukan artefak-artefak yang aneh: pahatan pada dinding yang menggambarkan makhluk-makhluk mirip mereka, namun dengan ciri-ciri yang berbeda, dan bejana-bejana yang dulunya mungkin berisi Pati Energi, kini kosong dan rapuh.

"Mereka pernah hidup di sini, persis seperti kita," gumam Lira, menyentuh sebuah ukiran kuno. Rasa sedih menyelimutinya.

Neural, dengan kepekaan getarannya, merasakan "bayangan" masa lalu yang kuat di tempat itu. Ia merasakan keputusasaan, kelaparan, dan keputusasaan yang mendalam. "Ada kesedihan yang tak terkatakan di sini," kata Neural, suaranya pelan. "Mereka berjuang, tapi kalah. Aliran hidup mereka... berhenti."

Elara menganalisis lingkungan. "Ada bukti kelangkaan Pati Energi yang ekstrem di sini. Lingkungan mikrobial juga sangat tidak seimbang. Mungkin ada sejenis racun yang menumpuk, atau persediaan makanan Arga terputus dari area ini untuk waktu yang lama."

Yang paling mengerikan adalah penemuan fosil-fosil mikro-humanoid yang menyatu dengan dinding, seolah mereka menyerah pada lingkungan yang kejam. Mereka adalah Appendicitos, ras yang sama sekali baru bagi Pulmolites. Tubuh mereka menunjukkan adaptasi untuk hidup di lingkungan yang stabil namun tanpa aliran, mungkin mengandalkan Pati Energi yang disimpan dalam jumlah besar.

Tiba-tiba, di tengah reruntuhan, terdengar suara batuk yang parau. Lira dan timnya bergerak mendekat, menemukan sesosok makhluk yang nyaris transparan, sangat kurus, dan batuk-batuk lemah. Itu adalah sisa terakhir Appendicitos, seorang tetua yang hampir mati.

"Kalian... datang..." kata Appendicitos itu, suaranya nyaris tak terdengar. "Terlalu... lambat..."

Lira dengan cepat memberikan sedikit Pati Energi yang ia bawa, mencoba menyelamatkan makhluk itu. Appendicitos itu menelan dengan susah payah. "Kami... hidup... dari aliran... lalu aliran berhenti," bisiknya, matanya yang redup menatap Lira. "Kegelapan... bukan monster... tapi ketiadaan. Ketiadaan... Pati. Ketiadaan... Aliran. Kami menyimpan... tapi tidak cukup... untuk selamanya."

Ia juga berbicara tentang "Racun Hijau" yang perlahan membunuh mereka, mungkin sejenis bakteri atau produk sisa pencernaan yang menumpuk.

Appendicitos itu adalah "penjaga memori" yang sekarat. Dalam momen-momen terakhirnya, ia berbagi fragmen-fragmen ingatan: tentang peradaban mereka yang makmur, tentang kelangkaan yang datang perlahan, tentang upaya putus asa mereka untuk bertahan hidup, dan akhirnya, tentang kepunahan yang tak terhindarkan.

Kematian Appendicitos itu setelah berbagi memorinya adalah momen yang mengubah pandangan tim. Mereka telah menyaksikan kepunahan sebuah peradaban, sebuah pengingat brutal tentang kerapuhan keberadaan mereka di dalam tubuh Arga. Penemuan ini bukan hanya sebuah pencapaian eksplorasi, tetapi sebuah peringatan keras bagi Republik Argaterra. Mereka harus terus beradaptasi, mengelola sumber daya dengan bijaksana, dan memahami setiap ancaman, baik yang terlihat maupun yang tak terlihat, jika mereka tidak ingin berakhir seperti Appendicitos yang terlupakan di makam sunyi usus buntu. Republik telah menemukan jejak sejarah yang mengerikan, sebuah pelajaran berharga yang akan membentuk masa depan mereka.

More Chapters