Malam itu, jam-jam di Auralis kembali berdetak.
Tapi tidak semuanya sama.
Jam di ruang observasi kini berdetak mundur sepuluh detik, setiap kali Savana melewati lorong. Bunga waktu mulai mekar di luar musim. Dan… suara-suara yang semestinya tak ada, kini muncul dari balik tembok istana.
Rania pertama kali mendengarnya saat duduk sendirian di ruang bacanya.
> Sebuah detik panjang… sunyi…
Lalu bisikan lirih…
“Jangan menangis di detik ke-23, karena aku selalu menunggu di sana.”
Rania menoleh cepat. Tapi tidak ada siapa-siapa.
Tangannya menyentuh jam kecil milik Kaen yang ia simpan di dada.
Dan untuk sepersekian detik, jarum jam itu bergerak mundur satu detik.
> “Kaen… kamu masih ada.”
---
Keesokan harinya, Reina memanggil Rania dan Savana ke menara observatorium.
“Aku membaca ulang naskah waktu pendek. Ada teori yang disebut ‘Detik Gema’—detik yang menyimpan jejak dari seseorang yang terhapus waktu, tapi masih meninggalkan cinta terlalu kuat.”
Reina meletakkan kristal perekam gema di tengah meja. “Kalau benar, Kaen belum benar-benar hilang. Dia terjebak dalam detik-detik tertentu.”
Savana mendekat, tangan kecilnya memegang kristal itu.
> Saat ia menyentuhnya—kristal itu menyala lembut, dan suara tawa lirih terdengar.
Suara yang hanya satu orang di dunia ini miliki.
Suara Kaen.
---
Savana mulai bereksperimen.
Dengan bantuan Reina, ia menciptakan “Lonceng Pendek Waktu”—sebuah perangkat kecil dari bahan jam retak dan sihir darah waktu, yang bisa membekukan 5 detik dan memutar ulangnya sekali.
“Ini belum sempurna,” kata Reina. “Tapi kalau kamu berhasil menyusunnya dengan emosi, kamu bisa mengulang momen kecil yang menyimpan jejak Ayahmu.”
Savana mencobanya malam itu.
Ia berdiri di taman—tempat terakhir Kaen terlihat.
Lonceng kecil itu digantung di lehernya. Ia memejamkan mata.
> “Ayah… kalau kamu masih ada…
Tunjukkan aku… satu detik saja.”
Saat lonceng itu berdentang…
> Cahaya kehijauan menyelimuti taman.
Angin berhenti. Bunga waktu membeku.
Dan satu bayangan muncul…
Kaen.
Berdiri diam… seolah menunggu.
Savana tak sempat menyentuhnya. Tapi ia melihatnya tersenyum.
Dan bayangan itu berkata,
“Satu detik ini… cukup untukku tahu bahwa kamu aman.”
---
Rania mendatangi tempat itu saat Savana telah kembali ke kamar.
Ia berdiri di bawah pohon waktu.
Lalu mengulangi ritual yang sama…
Dengan jam kecil di dadanya.
> Dentang.
Satu detik membeku.
Dan suara itu… terdengar.
> “Rania, jangan berhenti mencariku.
Karena aku tidak pernah berhenti mencintaimu.”
---
Keesokan paginya, Reina membawa kabar penting.
“Aku menemukan petunjuk: di Puncak Tanpa Bayangan, ada ruang waktu yang tak bisa ditelan dimensi manapun. Jika kita bisa menanam gema Kaen ke sana… dia bisa sepenuhnya muncul kembali, selama satu malam.”
Rania mengepal.
“Satu malam saja cukup.”
> “Cukup untuk memberitahunya…
Bahwa dia belum terlambat.”