Langit waktu bergelombang.
Di tengah retakan Dimensi Keenam yang menganga, Rania berdiri memeluk Eirien—yang perlahan kembali menyatu menjadi Savana. Tubuh sang anak berpendar, setengah manusia, setengah cahaya waktu.
Saka, Penjaga Retakan Keenam, menatap mereka tanpa emosi.
> “Kamu menawarkan jiwamu, Rania Alverna.
Untuk menggantikan Eirien dalam retakan.”
Rania mengangguk tanpa ragu. “Ya.”
Saka membuka gulungan takdir terakhir.
“Namun takdir tidak menerima pengorbanan itu.”
Rania terkejut. “Kenapa?”
Saka menatap langit di atas mereka, di mana retakan waktu membentuk nama: Savana.
> “Karena cinta ibumu… terlalu murni untuk dikorbankan.”
“Maka waktu memilih cinta lain… cinta yang tumbuh diam-diam.”
“Cinta yang bahkan tak sempat ia sampaikan.”
---
Di Auralis, Kaen berdiri menatap langit yang mulai runtuh. Reina berdiri di sisinya, memegang gulungan alarm dimensi.
Lalu…
Satu kilatan cahaya menghantam langit istana.
Dan sosok Kaen…
> menghilang.
---
Rania memekik. “TIDAK!”
Tapi Saka hanya menunduk hormat.
“Waktu telah memilih. Dan pilihan itu adalah Kaen Raesel.”
Eirien—yang kini telah kembali menjadi Savana sepenuhnya—jatuh terduduk. Matanya berkaca-kaca, suaranya gemetar.
“Ayah…”
Rania berlari kembali ke Auralis lewat gerbang waktu yang terbuka.
Dan sesampainya di sana… istana terasa kosong.
Tak ada suara langkah Kaen.
Tak ada senyumannya.
Hanya sebuah jam kristal kecil yang tertinggal di kursi taman tempat Kaen biasa duduk—jam yang dulu ia buat dari serpihan waktu untuk Rania.
> Jarumnya berhenti.
Pada angka 7 dan 2.
Hari pernikahan mereka.
---
Reina menghampiri Rania di tengah taman.
“Dia… tidak mati. Hanya… terhapus dari sejarah. Dari waktu.”
Savana memeluk ibunya erat. “Ini salahku…”
Rania menggeleng.
“Tidak. Ini waktu yang membuat pilihan. Tapi kita… akan mencarinya.
Karena cinta… bahkan jika ditelan waktu, akan meninggalkan jejak.”
---
Malam itu, Rania kembali ke kamar. Sendiri.
Ia membuka kotak kecil berisi surat-surat tua yang pernah Kaen tulis—surat yang ditulis untuk masa depan, untuk Savana saat dewasa, untuk Rania jika ia lupa, bahkan untuk Auralis jika suatu saat terluka.
Dan di antara tumpukan itu…
Ada satu surat, belum pernah dibuka.
> "Untuk Saat Aku Tak Lagi Ada."
Dengan tangan gemetar, Rania membukanya.
---
Rania,
Kalau kau membaca surat ini, mungkin aku sudah bukan bagian dari waktu ini.
Tapi aku ingin kau tahu, aku tidak pernah menyesal mencintaimu.
Bahkan ketika kamu lupa siapa aku dulu. Bahkan ketika kamu memilih anak kita, dan bukan aku.
Karena dalam semua versi waktu…
Aku akan selalu memilih kamu.
Dan Savana.
Dan apapun yang lahir dari cinta kita.
Jika kamu ingin mencariku, cari aku… di antara detik-detik yang terasa terlalu sunyi.
Karena di sanalah, biasanya aku bersembunyi.
Dengan seluruh waktuku,
Kaen.
---
Rania meneteskan air mata.
Dan di luar jendela…
> Angin waktu kembali berhembus.
Tapi kali ini… membawa bisikan Kaen.
“Aku masih di sini…”