Di sebuah gang yang sepi, tiba-tiba seorang anak laki-laki berambut coklat dan bermata merah berlari. Anak itu berlari melewati semua halangan dan melompat kesana dan kemari. Sampai saat dia menghadap kebelakang, dia malah menabrak sesuatu di depannya, seorang remaja laki-laki berambut coklat bermata hijau dengan baju kerajaan dan mahkota. "Mura, kali ini apa yang kau perbuat?"
Mura yang terkejut dengan kehadiran raja di hadapannya "Yang mulia Kira!? Kenapa kau ada di sini!?"
Kira lalu menghela nafasnya. "Tugas ku untuk menjaga mu. Sudah dua belas tahun sejak penyegelan Silvanae di tubuhmu dan kau tidak boleh berkeliaran sesuka hati mu di kerajaan Astra!"
Mura hanya bisa menunduk. "Aku mengerti."
Kira memerhatikan tubuh Mura yang kelelahan sehabis berlari. "Kau membuat masalah lagi?"
Mura terkejut, "Apa, tidak."
"Lalu kenapa kau berlari?" Tanya Kira
"Eeeh…" Mura mencoba mencari alasan.
"Katakan saja sejujurnya!" Ucap Kira dengan tegas.
"Aku hanya mencoret-coret tembok dengan lukisan wajah Raja Ryn." Ucap Mura sambil menunduk.
Kira menghela nafas lagi. "Kau tahu kalau Raja Ryn mati karena insiden monster Silvanae bersama ayahmu dan mereka sangat di hormati saat ini? Dan kau merusaknya?"
Mura mengangguk.
"Sekarang kembali dan minta maaflah kepada warga, aku tidak mau melihat wajahmu samapi warga memaafkan mu." Kira lalu berbalik dan pergi.
Saat siang hari Mura dan Kira berlatih mengendalikan kekuatan sihir Virgo Mura yang masih tidak stabil, terlebih sihir nya baru keluar karena dirinya memasuki masa pubertas. Kira mengajarkan Mura menggunakan kekuatan gelombang energi, gelombang tidak terlihat tetapi masih menimbulkan kerusakan. "Mura, fokuskan mana mu agar tidak bocor."
Mura terus-menerus mengeluarkan gelombang energi ke Kira walaupun dengan skala kecil namun beruntun. Walau begitu itu membuat Mura benar benar kelelahan. "Aku mencoba untuk memfokuskan mana ku."
Saat Kira merasa Mura benar benar kelelahan, ia langsung mencoba menyerang Mura untuk mengujinya. "Perhatikan ini." Tangan Kira dengan cepat langsung mengeluarkan energi api ke dada Mura.
Mura yang terkejut dengan api tersebutpun mau tak mau menghalangi nya dengan energi nya dengan kondisi mana nya yang hampir habis. "Kau mencoba membunuhku!!?"
"Mungkin." Kira lalu melompat kebelakang Mura lalu mengeluarkan tebasan api tetapi lagi-lagi Mura mau tak mau menangkal nya dengan energi nya.
Karena dalam kondisi terpojok ia mau tak mau memfokuskan mana nya pada tangannya agar mana nya tak semakin bocor. "Aaaargh."
Kira melakukan serangan kaki beruntun tetapi Mura mehannnya sambil sedikit terdorong. Saat Mura kengah, Kira langsung memukul dada Mura dengan telapak tangannya. Mura sudah tergeletak di lantai tak bisa bergerak lagi. "Kenapa kau lakukan ini?"
"Semua untuk latihan." Kira tersenyum.
"Bukankah itu berlebihan?"
"Tetapi lihatlah hasilnya, kau bisa memfokuskan mana mu sekarang karena kondisi terdesak mu."
"Tetapi aku hampir mati." Wajah Mura tampak tidak senang.
Kira hanya tertawa kecil. "Aku tidak terlalu punya banyak teknik mengajar, aku hanya raja yang di angkat saat umurku masih dua belas tahun setelah paman ku menggantikan ayah ku yang tiada."
"Lagi pula sejak awal kenapa paman mu awalnya memerintahkan mu untuk mengurus ku saat ia menjabat? Bukankah kau masih terlalu muda dan umur kita bahkan hanya berbeda tujuh tahun."
"Ya, dua belas tahun berlalu semenjak kematian ayahku, entah mengapa paman Kollei meminta ku untuk mengawasi mu. Mungkin ia menganggap kau butuh figur saudara." Jawab Kira
"Kau lebih seperti pengawas ketimbang kakak." Tatapan Mura agak masam.
"Apa bedanya. Dan sekalipun kau menganggap ku pengawas ataupun kakak mu, kau terkadang masih memanggilku yang mulia" Kira tertawa pelan.
"Aku hanya reflek karena kebiasaan." Jawab Mura.
"Ngomong-ngomong kurasa kau sudah saatnya masuk ke akademi sihir." Ucapan Kira sambil memandangi fisik Mura.
"Secepat itu? Aku kira aku butuh waktu sedikit lebih lama."
"Aku tidak ingin melihat wajahmu lama-lama. Lebih baik aku secepatnya mendaftarkan mu ke sana."
"Kau ini yang benar saja." Mura menatap Kira depan tidak senang.
Saat malam hari Mura berbaring di kamarnya, dia melihat batu yang tertempel di dadanya, batuOrdo Naturalis. Dia tidak tahu apa pengaruh batu itu di dirinya dan yang ia tahu hanyalah ia sudah bersama batu itu sejak dia lahir. Dia berfikir, kalau batu ini memiliki kekuatan yang luar biasa, kenapa dirinya bisa-bisanya kehabisan mana. Dirinya merasa sama seperti anak-anak lain namun dirinya di jaga seakan-akan menjadi sebuah ancaman bagi kerajaan.
Keesokan paginya ia keluar rumah, seperti biasa orang-orang di sekitarnya memandang takut dan ngeri kepadanya. Setiap ia berjalan ia merasa semua mata tertuju padanya beberapa anak menjauhinya. Mura sudah terbiasa dengan itu, sudah setiap hari ia melihat orang-orang memandanginya dengan tatapan seperti itu. Ia tetap berjalan menuju tempat yang ingin ia tuju, toko buku. "Kalau bukan karena buku di kamar ku sudah habis, aku tidak akan keluar."
Mura akhirnya sampai di toko buku, pemilik toko buku itu menyapa Mura dengan ramah. "Mura, mau beli buku baru seperti biasa?"
Mura mengangguk. "Iya paman, apa ada judul baru disini?"
Paman itu melihat rak nya "Ya, ada Penyerangan Goloem, Siapa Namamu, Bolah Ular, Anak Rubah Ekor Tujuh, dan Penyuci Baju."
Mura terkejut dengan judul terakhir. "Penyuci baju? Buku apa itu?"
Paman itu menjelaskan isinya, "Seseorang Berna Kuro, seorang remaja yang memiliki kemampuan melihat hantu. Suatu hari, ia bertemu dengan dewa kematian bernama Ruku, yang kemudian memindahkan kekuatannya kepada Kuro. Dengan kekuatan baru ini, Kuto bertugas untuk melindungi manusia dari roh jahat dan bertarung melawan dewa kematian lain yang jahat."
"Lalu apa hubungannya dengan penyuci baju?"
"Entahlah, penulis buku ini mungkin sedang mabuk dalan penulisan judul bukunya."
"Kalau begitu aku beli yang itu saja."
Paman itu lalu mengambil buku 'Pembersih Baju' lalu memberikannya ke Mura. "Harganya delapan puluh perak."
Mura lalu memberikannya uangnya lalu kembali ke tempat ia tinggal. Di tengah jalan Mura sempat berfikir, "Paman itu tampaknya baik kepada ku, jarang-jarang aku bertemu orang yang sebaik dia kecuali Kira dan Paman Kollei." Mura lalu kembali ke kamarnya dan membaca buku yang baru saja ia beli.
Belum lima menit ia membaca buku, Kira membuka pintu kamarnya. "Mura, besok tes akademi, perisakan dirimu."
"Sudah berapa kali aku bilang untuk mengetuk pintu sebelum membukanya!" Wajah Mura kesal dengan Kira.
"Sudahlah hanya masalah kecil, intinya siapkan dirimu besok." Kira lalu menutup pintu dan pergi.
"Yang benar saja." Mura lalu melihat keluar jendela. "Aaaargh, aku malas sekali untuk ke akademi sihir." Mura akhirnya berbaring di kasurnya sambil membaca bukunya lagi.
Keesokan harinya, karena Kira sibuk, Mura akhirnya datang ke akademi sendiri. Ia memakai bam lengan sebagai penanda kalau dia murid baru. Ia masuk ke sekolah akademi sihir yang megah. Ia mulai masuk ke aula dan banyak orang dengan penanda yang sama sepertinya. Mura melihat jam dan sepertinya tes masih beberapa menit jadi dia memutuskan berkeliling seperti peserta lain.
Mura melihat kalau banyak anak di bawah umurnya bersekolah seperti biasa di beberapa kelas yang ia lihat. "Kenapa aku tidak di sekolah kan seperti ini dulu? Kenapa aku langsung lompat kelas?"
Mura melihat para anak-anak belajar tidak dibawah tekanan seperti dirinya saat bersama Kira, guru yang mengajar juga sepertinya terampil. "Entah Kira yang terlalu bodoh untuk mengajar kan seseorang atau dia yang tidak percaya kepada pembelajaran kelas seperti ini?" Mura pun lanjut berkeliling. Mura melihat betapa luasnya akademi ini, Mura berfikir apakah dirinya akan belajar seperti anak-anak di kelas atau dengan metode yang berbeda.
Setelah jam menunjukkan pukul sembilan, suara lonceng terdengar jadi Mura kembali ke aula. Saat ia kembali, Mura melihat banyak anak seumuran nya yang menggunakan ban lengan yang sama dengannya. Mura sadar kalau anak-anak di sini berasal dari kota-kota yang berbeda bahkan dari kerajaan yang berbeda.
Di saat semuanya sibuk sendiri, tiba-tiba dari lorong ada seorang wanita yang menepuk-nepuk tangannya untuk mendapatkan perhatian sambil berjalan mendekat. "Mohon perhatiannya, tolong perhatikan kesini."
Semua orang langsung tertuju padanya dan tak lama, beberapa orang, sepertinya beberapa pengurus juga datang. Wanita itu lanjut memberi arahan, "Semuanya di mohon berbaris untuk mendapatkan arahan dari ku."
Mura dan semua anak pun mulai berbaris dan menatap wanita tersebut, wanita itu memiliki rambut hitam panjang dan mata hitam, Ia memakai blus putih longgar dengan lengan tergulung, dipadu korset biru tua yang melekat di tubuhnya. Rok asimetris berwarna hijau dengan motif daun. Sepasang sepatu gladiator, dan di punggungnya tergantung tas besar berbentuk tempurung. "Semuan, perkenalan, aku Heko. Aku adalah pembimbing kalian disini untuk sementara sebelum kalian nyatakan lulus tes atau tidak."
Semua anak terus memandangnya dengan serius. "Total dari kalian adalah seratus lima puluh tiga orang dari empat kerajaan yang berbeda. Kalian akan di ujia dengan berbagai tes yang berbeda."
Mura bergumam dalam dirinya sendiri. "Seratus lima puluh tiga orang? Aku kira akan lebih banyak dari itu."
"Kalian adalah anak yang melalui jalur berbeda dengan anak-anak kebanyakan."
Mura sedikit terkejut dan bergumam, "Apa? Apakah yang di maksud tidak mengikuti pelajaran di kelas?"
"Kalian adalah anak yang dididik diluar akademi mempunyai kekuatan diluar kemampuan akademi, namun persentase lolos kalian kecil, hanya tiga belas koma tujuh puluh tiga persen yang akan lolos." Semua ekspresi anak langsung serius dan tegang.
"Kalian akan menghadapi tiga tes yang berbeda yang akan kami beri tahu seiiring dengan kalian lolos. Untuk sekarang kalian akan mendapatkan teman grup dan teman sekamar. Hari ini adalah hari di mana kalian berkenalan dengan rekan kalian."
Mura terkejut. "Apa? Kira tidak memberitahuku tentang ini sebelumnya."
Heko lalu mengeluarkan sihir yang membuat sebuah kertas muncul di setiap anak. "Kertas itu adalah nomor kamar kalian, kalian akan tinggal di asrama untuk sementara waktu dan berkenalan dengan teman sekamar kalian."
Mura lalu mengambil kertas yang melayang di depannya dan tertulis kamar 017. Heko lalu berbicara lagi. "Pergilah ke kamar kalian dan berkenalan lah." Heko lalu pergi dan tiba-tiba seorang pria dengan baju serba hitam menuntun anak-anak untuk mengikutinya. "Ikuti aku, aku akan mengarahkan kalian ke asrama." Semuanya mengikutinya ke asrama termasuk Mura.
Sesampainya di sana, Mura baru sadar kalau ini adalah asrama campuran. "Yang benar saja!?" Mura lalu berjalan menuju kamar 017 dan berharap kalau dirinya memiliki teman sekamar laki-laki.
Saat Mura menemukan kamarnya dan ingin memegang gagang pintunya, tiba-tiba ada tangan seorang wanita yang ingin memegang gagang pintu juga. Mura lalu menoleh kearah orang itu dan seorang gadis berambut hitam pendek dan bermata merah yang memakai kemeja abu terbuka dengan kerah tinggi dan lengan pendek, dipadu kain ungu gelap yang membentuk rok belah depan. Di pinggangnya terikat tali besar berwarna ungu membentuk simpul mencolok. Wajah Mura tampak tidak terlalu senang dan ia bergumam, "Yang benar saja!"
"Kau kamar 017 juga?" Tanya gadis itu dengan nada datar.
"Ya, aku Mura, Mura Bimundus."
"Aku Sasura Oculla, panggil saja Sasura." Sasura lalu masuk ke dalam kamar. "Oh ya, dan sebenarnya kau tidak perlu memperkenalkan namamu karena semua orang tahu siapa engaku."
Lagi-lagi Mura menatapnya tidak senang. "Ya, ya, terserah kau saja." Mura menyusul masuk ke kamar.
Setelah masuk, Mura dan Sasura duduk di kasur yang bersebrangan. "Bukankah seharusnya kita bertiga?" Tanya Mura
"Sebentar lagi juga sampai." Jawab Sasura dan tak lama kemudian, seorang gadis Berambut coklat sebahu dan mata hitam yang memakai tunik putih panjang berhias garis emas di ujung lengan dan bawahannya. Lehernya tertutup rapat oleh kerah tinggi, sementara bagian dadanya dihiasi motif garis hitam-putih vertikal. Sebuah mantel pendek senada menutupi bahunya. "Apa aku terlalu lama?"
"Ti…"
"Ya"Ucap Sasura dengan menyela perkataan Mura.
Tetapi Mura tidak terlalu memikirkannya, yang ia pikirkan sekarang, "Kenapa aku sekamar dengan dua gadis!!?"
"Maafkan aku, aku tadi membantu beberapa orang yang kesulitan mencari kamarnya." Ucap gadis tersebut.
"Siapa namamu?" Tanya Sasura.
"Oh ya, maaf tidak memperkenalkan nama terlebih dahulu. Aku Alice Norin, salam kenal."
"Aku Sasura Oculla dan laki-laki itu Mura Bimundus."
"Kemarilah, Alice, duduk di manapun kau mau!" Ucap Mura.
Alice langsung berbicara dengan Mura, "Kau mura, laki-laki Ordo Naturalis itu ya."
Mura mengangguk. "Ya, itu aku."
"Bagaimana rasanya mempunyai kekuatan batu itu? Aku dengar batu itu berbahaya tetapi kau tampak baik-baik saja, apa itu menyebabkan efek samping?"
"Itu tidak terlalu membawa efek yang serius, aku hanya merasakan... Tidak, aku tidak merasakan apapun dari efek batu ini."
"Ooh." Ucap Alice dengan sedikit terpukau.
Alice pun menarik bangku dan duduk di antara Mura dan Sasura. "Jadi, dari mana kau berasal, Sasura?"
Sasura berbicara terlebih dahulu. "Aku dari kerajaan Solara."
"Aku seperti pernah mendengar mu, apakah kau juga didikan kerajaan?"
Sasura mengangguk.
Alice pun penasaran. "Sungguh? Kau orang terpilih ya yang di ajarkan oleh kerajaan."
Asura mengangguk.
Mura lalu bertanya ke Alice. "Kau sendiri dari mana? Dan ala Zodiak mu?"
"Ah, aku dari Lunaria dan Zodiak ku Aquarius."
Mura lalu menghadap ke Sasura. "Zodiak mu sendiri apa?"
"Aku Leo."